<p>Dry eye atau mata kering merupakan kondisi mata yang tidak nyaman, mengganjal, sering merah, berair, sensasi berpasir, muncul kotoran, terasa lengket, serta gatal.</p>
<p>Penyembuhan dengan obat dalam beberapa waktu tertentu, bisa saja menimbulkan gejala yang sama di kemudian hari.</p>
<p>"Banyak yang menyepelekan penyakit mata kering atau <em>dry</em> <em>eye</em>. Bukan hanya prevalensinya termasuk tinggi, tetapi juga karena penderitanya tidak mengalami gejala yang mengganggu secara signifikan," jelas Dokter Spesialis Mata dan Ketua Contact Lens Service Jakarta Eye Hospitals and Clinics (JEC) Tri Rahayu dalam keterangannya, Selasa (18/7).</p>
<p>Tri melanjutkan, mata kering yang tak tertangani dengan baik mengakibatkan penurunan kualitas hidup lantaran penderitanya tidak dapat beraktivitas dengan optimal, dan menjadi bergantung pada obat-obatan.</p>
<p>Bahkan, jika dibiarkan bisa merusak permukaan mata akibat peradangan atau infeksi. Kerusakannya bisa tergolong ringan sampai berat, dan berlangsung temporer maupun permanen.</p>
<p>"Bersifat multifaktorial, <em>dry</em> <em>eye</em> ini penyakit atau kelainan pada permukaan mata yang yang ditandai dengan hilangnya keseimbangan komponen air mata, disertai berbagai gejala," ujar Tri.</p>
<p>Menurut Tri, adanya ketidakstabilan air mata, peningkatan kekentalan atau osmolaritas, dan kerusakan atau peradangan pada permukaan mata.</p>
<p>Sementara, prevalensi mata kering di Indonesia berada pada rentang 27,5 persen hingga 30,6 persen. Diperkirakan rasio tersebut bisa terus bertambah.</p>
<p>Lebih-lebih mendapati bahwa <em>screen</em> <em>time</em> orang Indonesia 7 jam 42 menit per hari, lebih tinggi dari rata-rata global (6 jam 37 menit). Padahal, terlalu lama menatap layar elektronik merupakan salah satu penyebab utama mata kering.</p>
<p>Tri mengatakan, timbulnya gejala saja tidak cukup dalam menilai seseorang terkena <em>dry</em> <em>eye</em> atau tidak. Berdasarkan temuan kami di JEC, hanya 60 persen pasien <em>dry</em> <em>eye</em> yang memiliki gejala.</p>
<p>"Artinya, lebih dari sepertiga pasien tidak bergejala dan tidak mengetahui bahwa dirinya mengalami dry eye, yaitu sekitar 37 persen,” lanjut Tri.</p>
<p>Dari sisi faktor risiko, beberapa golongan meningkatkan potensi terserang <em>dry</em> <em>eye</em>. Mereka yang berusia 50 tahun ke atas, khususnya pascamenapause, penggunaan lensa kontak, polusi, udara, deby, terkena asap rokok hingga terlalu lama menatap layar gawai.</p>
<p>Bahkan, mata kering juga juga bisa menyerang bagi mereka yang memiliki riwayat operasi atau penyakit mata lain, penggunaan obat untuk penyakit tertentu, hingga penderita penyakit metabolisme seperti diabetes melitus.</p>
<p>"Sebagai gangguan mata kronis, <em>dry</em> <em>eye</em> membutuhkan penanganan jangka panjang. Terapinya pun sangat bervariasi tergantung keluhan, mekanisme penyebab, dan derajat <em>dry</em> <em>eye</em> yang dialami penderita," tambah Dokter Spesialis Mata dan Ketua Dry Eye Service JEC Nina Asrini Noor.</p>
<p>Sekadar informasi, pasien dry eye di JEC melonjak 62 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Empat tahun terakhir, JEC menangani lebih dari empat ribu pasien gangguan mata kering. </p>